AZRUL AZWAR
Disampaikan pada Seminar sehari Perubahan Usia Golongan
Peserta Didik, Kwarnas Gerakan Pramuka, Jakarta
4 November 2011
Pendahuluan
Gerakan
Pramuka adalah gerakan pendidikan non formal, bersifat sukarela, non politik,
terbuka untuk semua, tanpa membedakan asal-usul, ras, suku bangsa dan agama. Gerakan ini pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1907 oleh Lord Badden Powel di Inggeris. Masuk ke Indonesia pada tahun
1912, dibawa dari Belanda.
Sebagai gerakan dalam bidang pendidikan, kegiatan utama
gerakan ini adakah menyelenggarakan
pendidikan kepramukaan, yakni pendidikan non formal yang
diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai kepramukaan dan diselenggarakan menurut
metoda kepramukaan. Tujuan yang ingin dicapai dari
penyelenggaraan pendidikan kepramukaan secara
umum dapat dibedakan atas tiga yakni (1) membentuk karakter
kaum muda sehingga memiliki watak,
keperibadian dan akhlak mulia, (2) menanamkan
semangat kebangsaan agar kaum muda cinta tanah air dan memiliki semangat bela
negara, serta (3) membekali kaum muda dengan berbagai keterampilan
hidup (life skill).
Peserta
didik kepramukaan adalah kaum muda yang dibedakan atas empat golongan umur yakni (1) golongan siaga berumur
antara 7 sd 10 tahun, (2) golongan penggalang
berumur antara 11 sd 15 tahun, (3) golongan
penegak berumur antara 16 sd 20 tahun serta (4) golongan pandega berumur antara 21 - 25 tahun.
Penggolongan
umur yang berlaku pada pendidikan kepramukaan berbeda dengan penggolongan umur yang
berlaku pada dunia pendidikan, yang
membedakan golongan umur atas empat kelompok yakni (1) tingkat SD berumur
antara 6 sd 12 tahun, (2) tingkat SLTP berumur antara 13 –sd 15
tahun, (3) tingkat SLTA berumur antara 16 sd 18 tahun serta (4) tingkat
Pedidikan Tinggi berumur antara 19 sd 24 tahun.
Masalah
Sekalipun dalam satu dasa warsa terakhir ini telah
ditemukan banyak kemajuan dalam penyelenggaraan pendidikan kepramukaan di
Indonesia, tidak luput masih ditemukan pula beberapa masalah yang menuntut penyelesaian segera.
Salah satu dari masalah tersebut adalah yang menyangkut penggolongan umur
peserta didik. Penyelenggaraan pendidikan kepramukaan dengan memakai
penggolongan umur seperti yang berlaku saat ini, menghadapi beberapa masalah,
antara lain :
1. Kesulitan
pada penyelenggaraan pendidikan kepramukaan. Kesulitan ini muncul karena terkait dengan ditemukan lebih dari 1 golongan umur
pada 1 strata pendidikan. Misalnya di tingkat SD ditemukan peserta didik golongan umur siaga dan penggalang, serta pada tingkat SLP ditemukan peserta didik
dengan golongan umur penegak dan
pandega. Karena ada dua golongan umur yang berbeda tersebut, menuntut setiap
strata pendidikan harus menyediakan lebih dari satu sarana dan prasarana
pendidikan, yang bagi banyak satuan pendidikan tidak mudah dilakukan.
2. Kesulitan untuk mencapaian tujuan
pendidikan. Seperti juga dalam pendidikan formal, non formal dan infiormal
lainnya, peyampaian materi dan penggunaan metoda pendidikan dalam pendidikan
kepramukaan harus sesuai dengan usia serta
kemampuan jasmani dan rohan peserta didik. Namun pada akhir-akhir ini, karena
pengaruh pelbagai faktor, termasuk biologi, psikologi dan ekologi, tampak bahwa
perkembangan usia dinilai tidak sejalan lagi dengan perkembangan kemampuan
jasmani dan kemampuan rohani. Akibatnya penyelenggaraan pendidikan kepramukaan tidak lagi bersifat menantang, yang berdampak pada tidak tertariknya kaum muda mengikuti
pendidikan kepramukaan
3. Kesulitan berperanserta dalam kegiatan internasional. Peserta jamboree secara
internasional adalah pramuka penggalang. Di luar negeri peserta jambore golongan
penggalang tersebut mempunyai rentang
umur yang lebih panjang
Saran
Untuk mendukung cepat tercapainya tujuan
program revitalisasi Gerakan Pramuka yang telah dicanangkan oleh Presiden RI pada tanggal 14 Agustus 2006, yakni untuk menggiatkan
kembali pendidikan kepramukaan, maka pelbagai kesulitan penyelenggaraan
pendidikan yang ditemukan harus dapat diatasi. Untuk itu agaknya sudah
dipandang perlu melakukan peninjauan kembali penggolongan terhadap usia peserta
didik gerakan pramuka. Disarankan ada
tiga kemungkinan yang dapat dipilihan, yakni :
1. Mengubah penggolongan umur peserta
didik kepramukaan sama dengan penggolongan
umur pendidikan formal, yakni golongan siaga
pada tingkat SD berumur antara 7 sd 12 tahun, golongan penggalang pada
tingkat SLTP berumur antara 13 sd 15
tahun, golongan penegak pada tingkat SLTA berumur antara 16 sd 18 tahun, serta golongan
pandega pada tingkat Perguruan Tinggi bermur antara 18 sd 25 tahun. Tujuan
perubahan penggolongan yang seperti ini adalah untuk tidak menyulitkan
penyelenggaraan pendidikan kepramukaan yang berbasis satuan pendidikan. Jika ditinjau dari penyelenggaraan pendidikan
kepramukaan, saran perubahan penggolongan umur yang seperti ini, karena tidak
dilakukan melalui kajian yang mendalam, dinilai tidak bersifat substansial,
melainkan hanya bersifat taktis
2. Mengubah penggolongan umur peserta
didik kepramukaan setelah sebelumnya dilakukan kajian yang mendalam. Untuk ini
harus segera dapat dilakukan identifikasi penggolongan umur yang sesuai dengan perkembangan
kemampuan jasmani serta perkembangan kemampuan rohari peserta didik. Tentu saja
untuk tersusunnya penggolongan umur yang baru ini, diperlukan masukan dari para pakar. Tujuan yang ingin dicapai dari
perubahan golongan umur atas dasar kajian yang mendalam ini, adalah untuk
menjamin tercapainya tujuan pendidikan kepramukaan. Materi dan metoda
pendidikan kepramukaan yang diterapkan akan sesuai dengan usia, kemampuan
jasmani dan kemampuan rohani pesefrta didik. Dampaknya akan terlihat pada
kegiatan kepramukaan yang diselenggarakan, akan lebih memantang sehingga dapat
menarik minat kaum muda. Perubahan penggolongan umur atas dasar kajian yang
mendalam ini bersifat substansial, dan
karenanya dinilai strategis
3. Tidak mengubah penggolongan umur dan/atau pengelompokan umur menurut strata
pendidkan, melainkan tetap mempertahankan sebagaimana yang berlaku saat
ini. Sedangkan untuk tidak menyulitkan peserta didik berperanserta dalam kegiatan
internasional, yang dilakukan cukup dengan merekrutmen calon peserta
kegiatan internasional, bukan atas dasar
strata pendidikan, melainkan atas dasar kesesuaian dengan golongan umur yang
dipersyaratkan. Jika penyelesaian ini yang dipilih, jelas hanya bersifat teknis
semata.
Penutup
Pendidikan
kepramukaan karena terkait dengan pembentukan nilai dan keterampilan sangat
ditentukan oleh penggolongan usia peserta didik serta perkembangan kemampuan
jasmani dan rohani. Pada saat ini, karena pengaruh pelbagai faktor, perkembangan golongan
usia peserta didik dinilai telah tidak
sejalan dengan perkembangan kemampuan jasmani dan rohani.
Ketidak kesesuaian ini menimbulkan tiga masalah yakni menyulitkan
penyelenggaraan, menyulitkan pencapaian tujuan pendidikan serta menyulitkan
kesertaan dalam kegiatan internasional. Untuk mengatasinya diperlukan
peninjauan kembali penggolongan usia peserta didik dengan berpedoman pada dua
hal. Pertama, membantu kemudahan penyelenggaraan. Kedua, lebih menjamin
tercapainya tujuan pendidikan. Ketiga, memudahkan keikutsertaan dalam kegiatan
internasional
Daftar bacaan
1. Powell,
Robert Baden: Scouting for Boys, Oxford University Perss, New York 2004
•
Tidak ada komentar:
Posting Komentar