Azrul
Azwar
Disampaikan pada Workshop
Penyusunan Kebijakan Pengembangan
Kepramukaan, Kwarnas Gerakan Pramuka, Jakarta 20 September 2011
Pendahuluan
Setelah hampir 10 tahun
diperjuanggkan, UU Gerakan yang merupakan amanah Munas Gerakan Pramuka tahun
2003 di Pontianak, akhirnya baru pada tanggal 26 Oktober 2010 di
sahkan oleh DPR, untuk kemudian pada
tanggal 24 Nopember 2010 ditandatangani oleh
Presiden menjadi UU No 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Lahirnya UU
Gerakan Pramuka yang terdiri dari 9 Bab dan 49 Pasal tersebut patut disyukuri. Diharapkan dapat
dipakai sebagai landasan yang kokoh bagi perkembangan Gerakan Pramuka selanjutnya
Hanya saja sekalipun
kelahiran UU Gerakan Pramuka tersebut patut disyukuri, namun karena dalam
proses penyusunan tidak luput dari pelbagai kepentingan politik, menyebabkan UU
yang dihasilkan dinilai kurang optimal. Setidak-tidaknya
ditemukan 7 (tujuh) substansi yang
bersifat krusial yakni (1) Tidak ditemukan ketegasan tentang satu
Gerakan Pramuka untuk satu Indonesia (2) Tidak ditemukan sanksi hukum bagi yang
melanggar UU Gerakan Pramuka (3) Tidak ditemukan
keselarasan rumusan pasal 36 butir c dengan rumusan pasal 43 ayat 2 tentang sumber daya, (4) tidak
ditemukan kejelasan pengertian “tidak
terikat dengan jabatan publik” (pasal 27 ayat) terkait dengan pemilihan kepengurusan kwartir (5) tidak
ditemukan kejelasan beberapa satuan organisasi baru yang dibentuk yakni gugus darma (pasal 1 butir 9 dan pasal 32
ayat b), gugus depan komunitas (pasal 21, pasal 23 ayat 2 dan ayat 3) dan
satuan komunitas (pasal 1 butir 7, pasal 32 ayat 1c), (6) tidak ditemukan kejelasan
ketentuan peralihan terkait pengakuan semua penyelenggara pendidikan
kepramukaan (pasal 47 butir a) serta
adanya kewajiban menyesuaikan AD/ART dengan UU Gerakan Pramuka (pasal 47
butir d), serta (7) tidak ditemukan kejelasan kedudukan dan kekuatan
hukum aturan turunan UU Gerakan
Pramuka yakni AD/ART Gerakan Pramuka (pasal 32 ayat 2, pasal 34 ayat1).
Untuk tercapainya tujuan
Pendidikan Kepramukaan secara memuaskan, seyogiyanya semua substansi krusial tersebut dapat segera diselesaikan. Pada kesempatan
ini tidak semua dari substansi krusial ini di bahas. Dari tujuh substansi
krusial yang dibahas hanya Gugus Darma, Gugusdepan Komunitas serta Satuan
Komunitas
Gugus
darma
Gagasan pembentukan
Gugus Darma sebenarnya telah lama dikenal. Awal mulanya terkait dengan kehendak memperluas
keanggotaan Gerakan Pramuka yang tidak
terbatas hanya pada anggota muda yakni peserta didik serta anggota dewasa yakni
pengurus organisasi dan tenaga pendidik. Untuk memperkuat organisasi, terutama
dukungan sumber daya, dibuka kesempatan kepada semua anggota masyarakat yang
berminat menjadi anggota pramuka yang disebut
sebagai anggota mitra. Para anggota mitra dengan jumlah tertentu dapat
membentuk kelompok mitra dengan nama tersendiri
UU No 12 tahun 2010
menampung sebagian gagasan pembentukan anggota dan kelompok mitra. Gagasan
membentuk kelompok mita ditampung menjadi
Gugus Darma, tetapi gagasan pembentukan anggota mitra tidak ada
kejelasan. Untuk keberhasilan pembentukan Gugus Darma perlu ditetapkan kriteria
anggota Gugus Darma, apakah semua anggota masyarakat, atau hanya mereka yang
pernah aktif dalam Gerakan Pramuka, atau kedua-duanya? Selanjutnya untuk keberhasilan pembentukan
Gugus Darma perlu ditetapkan pula hak dan kewajiban setiap anggota Gugus Darma
Karena administrasi
keanggotana dilakukan di Kwartir Cabang, maka penerimaan anggota dan juga
pembentukan Gugus Darma hanya dilakukan pada tingkat Kwartir Cabang. Pembatasan
penerimaan anggota dan pembentukan Gugus Darma yang seperti ini, dinilai tidak
bertentangan dengan UU NO 12 tahun 2010 karena pasal 32 ayat 1 menyebutkan “dapat membentuk”,
bukan “mewajibkan untuk dibentuk”. Perlu ditetapkan peran, fungsi dan tugas
Gugus Darma yang jika disesuaikan dengan
UU No 12 tahun 2010 adalah sebagai
organisasi pendukung (pasal 32 ayat 1)
untuk memajukan gerakan pramuka (pasal ayat 9)
Selanjutnya jika
dikaitkan dengan gagasan awal pembentukan anggota dan kelompok anggota mitra, peran,
fungsi dan tugas Gugus Darma tersebut seyogiyanya diarahkan pada dua hal.
Pertama, memperkuat sumber daya Kwartir Cabang dan Gugus Depan Gerakan Pramuka.
Kedua, adalah ideal jika setiap Gugus Darma yang dikoordinir oleh Kwartir
Cabang dapat diberikan tugas untuk membina Gugus Depan tertentu
Gugus
depan komunitas
Sama halnya dengan Gugus
Darma, gagasan pembentukan Gugus Depan
Komunitas juga bukan merupakan hal baru. Gugus Depan Berbasis Komunitas adalah
cikal bakal satuan pendidikan kepramukaan, dulu disebut dengan nama Gugus Depan Teritorial (wilayah).
Pada tahap selanjutnya, pembentukan gugus depan tersebut merambah kesatuan
pendidikan umum, mulai dari Sekolah
Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi, yang disebut Gugus Depan Berbasis Sekolah
Berdirinya Gugus Depan
Berbasis Sekolah, di satu pihak dinilai
baik karena lebih mudah mengorganisir serta cepat meningkatkan jumlah peserta didik, namun dipihak lain dinilai memiliki kelemahan. Pertama, terkait dengan keanggotaan.
Gugusdepan berbasis Sekolah bersifat
tertutup, karena hanya menerima murid
sekolah. Keanggotaan yang seperti ini dinilai tidak sesuai dengan prinsip
kepramukaan yang harus terbuka bagi semua kaum muda. Kedua, terkait dengan pendidikan. Sekalipun
pendidikan kepramukaan bersifat pendidikan ekstra kurikuler yang dipilih secara
sukarela, namun jika dilihat praktiknya tidak dapat dipungkiri ada kesan bersifat wajib, yang dinilai bertentangan dengan prinsip
kepramukaan yang bersifat sukarela. Ktiga, terkait dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang
dimiliki, sehingga pendidikan kdepramukaan
sering diselenggarakan dalam ruang
tertutup, yang tentu saja dinilai tidak sesuai dengan prinsip pendidikan
kepramukaan yang diselenggarakan dialam terbuka
Karena adanya kelemahan
Gugusdepan berbasis sekolah, WOSM dan juga Gerakan Pramuka, sejak lima tahun
terakhir, berupaya mengidupkan kembali Gugus Depan Teritorial, yang dalam UU No 12 Tahun 2010 ditampung dalam
Gugus Depan Berbasis Komunitas. Jika ditinjau dari kehendak mendirikan Gugus
Depan Berbasis Komunitas, keberadaan UU No 12 tahun 2010 dinilai telah sesuai dengan perkembangan kebutuhan.
Namun demikian, jika diperhatikan proses pembentukan
Gugus Depan Komunitas seperti yang tercantum dalam
UU No 12 tahun 2010 ditemukan beberapa kekhususan.
Pertama, Gugusdepan
komunitas dalam UU No 12 Tahun 2010 dibedakan dengan gugusdepan kewilayahan
(teritorial). Kedua, jkomunitas yang dapat mendirikan Gugus Depan lebih dirinci
(Pasal 1 ayat 7 dan Pasal 22 ayat 2) yakni komunitas kewilayahan, agama,
profesi, organisasi kemasyarakatan dan komunitas lain. Adanya kekhususan
ini tidak perlu dipermasalahkan, asal saja penamaan
gugusdepan berbasis komunitas tidak mengambil nama komunitasnya, melainkan nama
yang lebih menjamin kesatuan dan
persatuan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tentu saja untuk keberhasilan
Gugusdepan Komunitas ini perlu segera ditetapkan persyaratan, tata cara
pembentukan, peranan, fungsi serta tugas pokok Gugusdepan Komunitas. Untuk keselarasan, seyogiyanya penetapan persyaratan, tata cara
pembentukan, peran, fungsi dan tugas Gugus Depan Komunitas disamakan dengan Gugus Depan Sekolah.
Tentu saja dengan satu tambahan
yakni lebih menekankan perannya terhadap masyarakat serta
keterlibatan masyarakat dalam prembentukan dan kegiatan gugus depan
Satuan
Komunitas
Seperti
juga Gugus Darma, gagasan pembentukan satuan komunitas juga bukan merupakan hal
yang baru. Asal muasalnya terkait dengan
khendak memberikan kesempatan kepada gugusdepan yang seaspiratif untuk dapat
melakukan kegiatan bersama. Gugus depan yang melakukan kegiatan bersama
tersebut, dapat berbasis sekolah atau berbasis Komunitas (teritorial/wilayah) .
Adanya kegiatan bersama dinilai positif, karena menambah forum aktualisasi
peserta didik, yang karena keterbatasan yang
dimiliki, tidak mampu dilaksanakan
sendiri oleh Kwartir
Untuk hasil yang
optimal, kerjasama yang dimaksud dapat dikoordininir oleh suatu koordinator
yang dipilih dari dan oleh masing-masing gugus depan seaspiratif. Untuk mencegah
perpecahan dan atau persaingan tidak sehat yang kemungkinan terjadinya lebih
besar jika dibentuk pada tingkat Kabupaten, maka pembentukan koordinator hanya
dilakukan pada tingkat Propinsi dan Pusat. Ketua koordinator Satuan
Komunitas seaspiratif pada tingkat Propinsi
menjadi andalan daerah serta pada
tingkat Pusat menjadi andalan nasional
Gagasan
pembentukan kelompok seaspiratif untuk
melaksanakan kegiatan bersama, dalam UU No 12 tahun 2010 ditampung dalam Satuan
Komunitas. Aslinya menggkoordinir gugus depan berbasis sekolah dan berbasis
komunitas, namun dalam UU No 12 tahun 2010 lebih diarahkan pada gugusdepan
berbasis komunitas. Menyadari gugusdepan berbasis komunitas masih terbatas dan
sementara itu gugus depan berbasis sekolah banyak yang mempunyai aspirasi yang
sama, disarankan keanggotaan Satuan Komunitas mencakup kedua gugus depan
Penetapan
kedua gugus depan sebagai anggota Satuan Komunitas, dinilai tidak bertentangan
dengan UU No 12 tahun 2010, karena UU tersebut tidak mengatur secara spesifik
siapa anggota Satuan Komunitas. Sesuai dengan gagasan awal pembentukan kelompok
seaspiratif, seyogiyanya pembentukan Satuan Komunitas hanya pada tingkat
Propinsi dan Pusat saja. Pembatasan tempat pembentukan tersebut, dinilai tidak
bertentangan dengan UU No 12 tahun 2010 karena pasal 32 ayat 1 menyebutkan
Satuan Organisaqsi Gerakan Pramuka sesuai dengann tingkatnya “dapat membentuk”, bukan “wajib membentuk”
satuan Komunitas. Selanjutnya untuk hasil yang optimal perlu diitetapkannya
beberapa hal sebagai berikut
o Menetapkan
hanya ada satu Satuan Komunitas untuk
satu kelompok seaspiratif
o Menetapkan
jumlah gugus depan seaspiratif
dalam satu Propinsi yang dapat membentuk
satuan Komunitas
o Menetapkan
tata cara pembentukan
serta keterkaitannya dengan Kwartir Propinsi atau Kwartir Nasional
o Menetapkan
peran, fungsi dan tugas pokok Satuan Komunitas
o Sama halnya dengan gugus depan berbasis komunitas,
penamaan satuan komunitas tidak mengambil nama kelompoknya, melainkan nama lain yang lebih mencerminkan kesatuan
dan persatuan masyarakat, bangsa dan
negara
Penutup
Lahirnya UU No 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka tentu saja akan
mendatangkan banyak dampak positif bagi perkembangan Gerakan Pramuka. Sayangnya
dalam UU No 12 tahun 2010 tentang
Gerakan Pramuka yang berisikan 9 bab dan 49 pasal
tersebut masih ditemukan beberapa substansi krusial. Tiga
diantaranya adalah Gugus Darma, Gugusdepan Komunitas serta Satuan Komunitas.
Untuk hasil yang optimal dari penerapan UU No 12
tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, substansi krusial ini perlu lebih
dijelaskan, termasuk penjelasan tentang Gugus Darma, Gugusdepan Komunitas serta
satuan Komunitas.
Daftar
bacaan
1. Kwartir Nasional Gerakan Pramuka: Undang-undang No 12
tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, Kwarnas, jakarta 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar