Azrul Azwar
Disampaikan pada Sosialisasi
UU Gerakan Pramuka
Semarang 25 Maret
2011
PENDAHULUAN
Pembangunan
Nasional yang dilaksanakan dalam tiga dasa warsa terakhir, telah memberikan banyak
kemajuan, termasuk kemajuan di bidang kehidupan kaum muda. Dari data yang ada, tampak tingkat pendidikan kaum muda, tingkat
keterlibatan kaum muda dalam kegiatan
ekonomi, sosial dan politik, serta
prestasi kaum muda dalam kegiatan olahraga dan kesenian, tampak makin bertambah baik dan meningkat.
Namun bersamaan dengan itu, harus
pula diakui, karena pengaruh pelbagai
faktor, telah muncul pelbagai masalah yang dihadapi oleh kaum muda, yang secara
umum dapat dibedakan atas dua macam. Pertama, masalah sosial kaum muda berupa penggunaan obat terlarang, hubungan
seksual pra-nikah, aborsi, perkelahian, tawuran, kekerasan serta kriminalitas remaja yang tinggi. Kedua, masalah kebangsaan kaum muda
berupa solidaritas sosial, semangat
kebangsaan, semangat bela negara serta semangat persatuan dan kesatuan yang rendah.
Munculnya kedua masalah
ini dipengaruhi oleh banyak faktor.
Salah satu diantaranya yang dinilai mempunyai peranan yang penting adalah
karena faktor karakter kaum muda, yang
dalam satu dasa warsa terakhir, tampak telah kehilangan watak, kepribadian serta pekerti luhur. Tentu mudah dipahami munculnya keadaan
ini sangat tidak diharapkan. Dampaknya
bukan saja akan merusak kehidupan kaum muda pada saat ini, tetapi yang paling
merisaukan adalah akan membahayakan kehidupan
masyarakat, bangsa serta negara pada masa depan.
Untuk mengatasinya, banyak
hal yang harus dilakukan. Salah satu diantaranya yang dinilai mempunyai peranan
yang strategis adalah menggalakkan kembali pendidikan karakter kaum muda, yang dalam satu dasa warsa terakhir ini tampak agak
diabaikan.
KARAKTER
Karakter,
secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “karasso”, yang berarti ‘cetak
biru’, ‘format dasar’, ‘sidik’ seperti misalnya dalam sidik jari. . Pada saat ini pengertian karakter banyak
macamnya. Pusat Bahasa Depdiknas RI merumuskan karakter sebagai bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti,
perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, atau watak. Sedangkan
Musfiroh (2008) mendefiniskan karakter sebagai
rangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors),
motivasi (motivations), serta keterampilan (skills).
Karakter
seseorang dipengaruhi oleh kepribadian, perilaku, sifat, tabiat, dan watak yag dimiliki orang tersebut.
Seseorang disebut berkarakter mulia apabila orang tersebut berkepribadian, berperilaku, bersifat,
bertabiat, dan berwatak baik
seperti ramah, jujur, dan suka membantu.
Sebaliknya seseorang disebut berkarakter
tercela (buruk)
apabila orang tersebut berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan
berwatak tidak baik seperti
kejam, tidak jujur, dan rakus.
PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan
karakter, menurut Kementerian Pendidikan Nasional RI (2010), adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada peserta didik yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Sedangkan Elkin dan Sweet (2004)
mendefinisikan pendidikan karakter sebagai
suatu upaya yang nyata, disengaja
serta bersungguh-sungguh dalam menolong seseorang untuk mengerti, menyayangi serta bertindak sesuai dengan nilai-nilai hakiki
yang terkandung dalam etika. Pada
akhir-akhir ini, terutama sejak tahun 1990-an, pendidikan karakter, tampak makin berkembang, antara lain berkat jasaThomas Lickona melalui karyanya yang spektakuler “The Return of Character Education”
Pendidikan
karakter sering dibedakan dengan pendidikan moral. Pendidikan karakter mencakup upaya meningkatkan pengetahuan, kesadaran,
kemauan dan kemampuan seseorang untuk berbuat yang benar. Sedangkan pendidikan
moral hanya mengajarkan hal-hal yang
benar dan salah saja. Pendidikan moral
dinilai lebih rendah dari pada pendidikan karakter.
Pendidikan
karakter juga dibedakan dengan pendidikan akhlak. Sekalipun kedua pendidikan tersebut sebenarnya mempunyai
orientasi yang sama, yakni sama-sama berupaya membentuk karakter, namun
pendidikan karakter lebih bernuansa
barat dan sekuler. sedangkan pendidikan akhlak lebih bernuansa timur dan agamis.
Tujuan pendidikan karakter adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia, anggota masyarakat serta warga negara yang baik, yang sesuai dengan nilai-nilai budaya masyarakat setempat. Dari
rumusan tujuan pendidikan karakter ini
jelaslah, apabila pendidikan karakter diselenggarakan dalam konteks
pendidikan di Indonesia, tujuan utamanya adalah menanamkan nilai-nilai yang bersumber
dari budaya masyarakat dan bangsa
Indonesia.
Nilai-nilai budaya yang
dimaksud untuk masyarakat Amerika
Serikat dibedakan atas 10 macam yakni (1)
dapat dipercaya (trustworthiness) , (2) rasa hormat dan perhatian (respect) , (3) tanggung jawab (responsibility), (4)
jujur (fairness, (5)
peduli (caring), (6)
kewarganegaraan (citizenship), (7)
ketulusan (honesty), (8)
berani (courage), (9)
tekun (diligence) serta (10) integritas (integrity). Sedangkan untuk masyarakat
Indonesia, sebagaimana yang dirumuskan oleh Indonesia Heritage Foundation,
dibedakan atas 9 macam yakni (1) cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya, (2)
tanggung jawab, disiplin dan
mandiri,
(3) jujur, (4)
hormat dan santun, (5)
kasih sayang, peduli, dan kerja
sama
(6) percaya diri, kreatif,
kerja keras dan pantang menyerah, (7) keadilan dan kepemimpinan, (8) baik dan rendah hati , serta (9) toleransi, cinta damai dan persatuan
Model
pendidikan karakter secara umum dapat dibedakan atas 4 macam yakni (1) otonomi, disini pendidikan
karakter diselenggarakan sebagai mata pelajaran tersendiri, (2) integrasi, disini pendidikan karakter diselenggarakan
secara terpadu dengan mata
pelajaran lain, (3) suplemen, disini pendidikan karakter diselenggarakan melalui kegiatan tambahan yang bersifat
ekstrakurikuler atau kemitraan,
serta (4) kolaborasi,
disini pendidikan karakter diselenggarakan dengan menggabungkan ketiga model pendidikan diatas
ke dalam seluruh kegiatan sekolah.
Proses
pendidikan karakter diselenggarakan dengan tiga tahap yakni (1) tahap knowing the good yakni tahap memberikan
pemahaman secara logis dan rasional,
bukan dogmatis dan otoriter,
tentang hal-hal baik dalam kehidupan. Sasaran utama pendidikan
karakter pada tahap ini adalah
dimensi akal, rasio dan logika, (2) tahap loving the good yakni tahap menumbuhkan rasa cinta dan rasa butuh terhadap hal-hal baik.
Sasaran utama pendidikan karakter pada
tahap ini adalah dimensi
emosional, hati, atau jiwa, serta (3) tahap doing the good yakni tahap mempraktekan hal-hal baik. Sasaran utaman
pendidikan karakter pada tahap ini adalah demensi perilaku (Lickona, 2002)
Apabila
pendidikan karakter dapat dilaksanakan
dengan baik, akan terbentuk seseorang yang memiliki nilai-nilai yang baik pula. Nilai-nilai baik tersebut banyak
macamnya, yang untuk Indonesia dihasilkan
atas 4 macam olah, yakni :
1. Olah pikir : Cerdas , Kritis
, Kreatif,
Inovatif,
Rasa ingin tahu, Produktif , Orientasi
iptek dan Reflektif
2. Olah hati : Beriman, Bertaqwa,
Berbudi luhur, Berjiwa patriotic, Taat aturan, Tertip,
Teladan,
Empati dan Jujur
3. Olah raga : Bersih, Sehat, Sportif,
Tangguh,
Andal,
Daya tahan,
Bersahabat, Koperatif,
Determinatif, Kompetitif, Cerira dan
Gigih
4. Olah rasa : Saling
menghargai, Gotong royong, Kebersamaan, Ramah,
Toleran,
Nasionalis, Peduli,
Kosmopolit,
Kepentingan umum, Cinta tanah air
PENDIDIKAN
KEPRAMUKAAN
Pendidikan kepramukaan
termasuk dalam pendidikan non formal, karena sama-sama menekankan pentingnya
keterampilan (okupasi) (UU Sisdiknas, 2009). Perbedaannya terletak pada materi
dan metoda pendidikan yang dipergunakan. Pada pendidikan kepramukaan, materi
pendidikan tidak hanya berupa keterampilan, tetapi diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai sebagaimana
yang tercatum dalam Tri Satya dan Dasa
Darma. Nilai-nilai yang dimaksud untuk Tri Satya adalah menjalankan kewajiban terhadap
Tuhan, Negara Kesatuan RI dan mengamalkan Pancasila, menolong sesama hidup dan
ikut serta membangun masyarakat, serta menepati dasa darma. Sedangkan untuk
dasa darma, nilai-nilai yang dimaksud adalah Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Cinta
alam dan kasih sayang sesama manusia; Patriot yang sopan dan kesatria; Patuh
dan suka bermusyawarah; Rela menolong dan tabah; Rajin, terampil dan gembira; Hemat,
cermat dan bersahaja; Disipilin, berani dan setia; Bertanggung jawab dan dapat
dipercaya, serta Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan
Metoda
pendidikan yang dipergunakan pada pendidikan kepramukaan berbeda dengan
pendidikan non formal lainnya. Metoda pendidikan kepramukaan, tidak hanya belajar
secara interaktif dan progresif sebagaimana kebanyakan pendidikan non formal
lainnya, tetapi diperkaya dengan penyelenggaraannya yang dilakukan di alam terbuka, dalam bentuk permainan yang menantang, menarik
dan menyenangkan sesuai dengan perkembangan fisik dan kejiwaan kaum muda,
dilaksanakan secara berkelompok dalam satuan terpisah, bersifat kompetitif, dan bagi
yang berhasil diberikan tanda
kecakapan (merit badge).
Dengan
materi serta metoda pendidikan sebagaimana dikemukakan diatas, diharapkan
pendidikan kepramukaan dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang untuk Indonesia secara umum dapat
dibedakan atas tiga macam yakni:
1. Membentuk karakter kaum muda sehingga
memiliki watak, keperibadian
dan akhlak mulia
2. Menanamkan semangat kebangsaan agar kaum
muda cinta tanah air dan memiliki semangat bela negara
3. Membekali
kaum muda dengan berbagai keterampilan
hidup
Proses pendidikan
kepramukaan dibedakan atas empat tahap yakni (1) Belajar mengetahui (learning
to know), (2) Belajar berbuat (learning to do), (3) Belajar hidup bersama
(learning to live together), dan (4) Belajar menjadi seseorang (learning to be)
PENDIDIKAN KARAKTER DAN GERAKAN PRAMUKA
Jika
diperhatikan tujuan, materi, metoda serta proses pendidikan keperamukaan, tidak dapat
disangkal bahwa pendidikan kepramukaan pada dasarnya identik dengan pendidikan
karakter, yang dapat disimpulkan dari empat hal yakni :
1.
Tujuan pendidikan kepramukaan adalah membentuk
watak, keperibadian dan akhlak mulia kaum muda. Tujuan pendidikan ini sama
dengan tujuan pendidkan karakter
2.
Materi pendidikan kepramukaan adalah nilai-nilai
seperti tercantum dalam Tri Satya dan Dasa Darma. Materi pendidikan ini juga
sama dengan nilai-nilai yang ingin dicapai oleh pendidikan karakter
3.
Metoda
pendidikan kepramukaan adalah belajar interaktif dan progresif. Metoda
pendidikan ini juga sama dengan metoda pendidikan karakter.
4.
Proses
pendidikan kepramukaan dibedakan atas empat yakni learning to know, learning to
do, learning to live together, dan learning to be yang juga sama dengan proses
pendidikan karakter yakni knowing the good, loving the good and doing the good.
Pendidikan kepramukaan jika
ditinjau dari model pendidikan, termasuk dalam bentuk suplemen. karena
diselenggarakan melalui kegiatan
tambahan yang bersifat ekstrakurikuler atau kemitraan. Namun demikian, sekalipun
hanya bersifat suplemen, hasil yang diperoleh akan lebih spektakuler.
Pendidikan kepramukaan menggunakan metoda pendidikan di alam terbuka yang
bersifak khas. Dari pengalaman selama ini, metoda pendidikan di alam terbuka
tersebut dinilai dapat membentuk karakter kaum muda yang lebih mantap.
KESIMPULAN
Pada
saat ini karena pengaruh pelbagai faktor ditemukan pelbagai masalah di kalangan
kaum muda, yang salah satu diantaranya
adalah masalah karakter. Untuk mengatasinya perlu dilakukan pendidikan
karakter, yang antara lain dapat diselenggarakan melalui pendidikan kepramukaan.
Dari
pengalaman yang dimiliki, pendidikan kepramukaan pada dasarnya adalah identik dengan pendidikan karakter. Hal ini
dapat dilihat paling tidak dari empat hal yakni dari (1) tujuan yang ingin
dicapai (2) materi pendidikan yang disampaikan, (3) metoda pendidikan yang
dipergunakan serta (4) proses pendidikan, yang keempat-empatnya identik dengan
pendidikan karakter.
DAFTAR BACAAN
1. Lickona , E
Thomas : Educating
For Character : How Our Schools Can Teach Respect &
Responsibility, Bantam Books, 1991
2.
Kwarnas
: UU No 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka,
Jakarta , 2010
3. Kwarnas: Rencana Strategik
Gerakan Pramuka, Jakarta, 20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar