Sabtu, 06 Juli 2013

PERUBAHAN USIA GOLONGAN PESERTA DIDIK DALAM GERAKAN PRAMUKA



AZRUL AZWAR

            Disampaikan pada Seminar sehari Perubahan Usia Golongan Peserta Didik, Kwarnas Gerakan Pramuka, Jakarta  4 November 2011    

 

Pendahuluan

Gerakan Pramuka adalah gerakan pendidikan non formal, bersifat sukarela, non politik, terbuka untuk semua, tanpa membedakan asal-usul, ras, suku bangsa dan agama. Gerakan  ini  pertama kali diperkenalkan   pada  tahun 1907 oleh Lord Badden Powel di Inggeris. Masuk ke Indonesia pada tahun 1912, dibawa  dari Belanda.

Sebagai gerakan dalam bidang pendidikan, kegiatan utama gerakan ini  adakah menyelenggarakan pendidikan kepramukaan, yakni pendidikan non formal yang diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai kepramukaan dan diselenggarakan menurut metoda kepramukaan.  Tujuan yang ingin dicapai dari penyelenggaraan  pendidikan kepramukaan secara umum dapat dibedakan atas tiga yakni  (1) membentuk karakter kaum muda sehingga memiliki watak, keperibadian dan akhlak mulia, (2) menanamkan semangat kebangsaan agar kaum muda  cinta tanah air dan memiliki semangat bela negara, serta (3) membekali kaum muda dengan berbagai keterampilan hidup  (life skill).

            Peserta didik kepramukaan adalah kaum muda yang dibedakan atas empat  golongan umur yakni (1) golongan siaga berumur antara  7 sd 10 tahun, (2) golongan penggalang berumur antara   11 sd 15 tahun, (3) golongan penegak berumur antara  16 sd  20 tahun serta (4)  golongan pandega berumur antara  21 - 25 tahun.

            Penggolongan umur yang berlaku pada pendidikan kepramukaan berbeda dengan penggolongan umur yang berlaku pada dunia pendidikan,  yang membedakan golongan umur atas empat kelompok yakni (1) tingkat  SD  berumur antara  6 sd  12 tahun,  (2) tingkat SLTP berumur antara 13 –sd 15 tahun, (3) tingkat SLTA berumur antara 16 sd 18 tahun serta (4) tingkat Pedidikan Tinggi berumur antara  19 sd  24 tahun.

 

Masalah

Sekalipun dalam satu dasa warsa terakhir ini telah ditemukan banyak kemajuan dalam penyelenggaraan pendidikan kepramukaan di Indonesia, tidak luput masih ditemukan pula beberapa  masalah yang menuntut penyelesaian segera. Salah satu dari masalah tersebut adalah yang menyangkut penggolongan umur peserta didik. Penyelenggaraan pendidikan kepramukaan dengan memakai penggolongan umur seperti yang berlaku saat ini, menghadapi beberapa masalah, antara lain :

1.    Kesulitan pada penyelenggaraan pendidikan kepramukaan. Kesulitan ini muncul karena terkait  dengan ditemukan lebih dari 1 golongan umur pada 1 strata pendidikan. Misalnya di tingkat SD ditemukan peserta didik  golongan umur  siaga dan penggalang, serta  pada tingkat SLP ditemukan peserta didik dengan golongan  umur penegak dan pandega. Karena ada dua golongan umur yang berbeda tersebut, menuntut setiap strata pendidikan harus menyediakan lebih dari satu sarana dan prasarana pendidikan, yang bagi banyak satuan pendidikan tidak mudah dilakukan.

 

2.    Kesulitan untuk mencapaian tujuan pendidikan. Seperti juga dalam pendidikan formal, non formal dan infiormal lainnya, peyampaian materi dan penggunaan metoda pendidikan dalam pendidikan kepramukaan harus sesuai dengan usia serta  kemampuan jasmani dan rohan peserta  didik. Namun pada akhir-akhir ini, karena pengaruh pelbagai faktor, termasuk biologi, psikologi dan ekologi, tampak bahwa perkembangan usia dinilai tidak sejalan lagi dengan perkembangan kemampuan jasmani dan kemampuan rohani. Akibatnya penyelenggaraan  pendidikan kepramukaan tidak lagi  bersifat menantang, yang berdampak pada  tidak tertariknya kaum muda mengikuti pendidikan kepramukaan 

 

3.    Kesulitan berperanserta dalam  kegiatan internasional. Peserta jamboree secara internasional adalah pramuka penggalang. Di luar negeri peserta jambore golongan penggalang tersebut  mempunyai rentang umur yang lebih panjang

 

Saran

            Untuk mendukung cepat tercapainya  tujuan  program  revitalisasi Gerakan Pramuka yang telah dicanangkan oleh Presiden RI pada tanggal 14 Agustus 2006, yakni untuk menggiatkan kembali pendidikan kepramukaan, maka pelbagai kesulitan penyelenggaraan pendidikan yang ditemukan harus dapat diatasi. Untuk itu agaknya sudah dipandang perlu melakukan peninjauan kembali penggolongan terhadap usia peserta didik gerakan pramuka. Disarankan  ada tiga kemungkinan yang dapat dipilihan, yakni :

1.    Mengubah penggolongan umur peserta didik kepramukaan sama  dengan penggolongan umur pendidikan formal,  yakni golongan siaga pada tingkat  SD berumur antara  7 sd 12 tahun, golongan penggalang pada tingkat SLTP berumur antara 13 sd  15 tahun, golongan penegak pada tingkat  SLTA berumur antara 16 sd 18 tahun, serta golongan pandega pada tingkat Perguruan Tinggi bermur antara 18 sd 25 tahun. Tujuan perubahan penggolongan yang seperti ini adalah untuk tidak menyulitkan penyelenggaraan pendidikan kepramukaan yang berbasis satuan pendidikan.  Jika ditinjau dari penyelenggaraan pendidikan kepramukaan, saran perubahan penggolongan umur yang seperti ini, karena tidak dilakukan melalui kajian yang mendalam, dinilai tidak bersifat substansial, melainkan hanya bersifat taktis

 

2.    Mengubah penggolongan umur peserta didik kepramukaan setelah sebelumnya dilakukan kajian yang mendalam. Untuk ini harus segera dapat dilakukan identifikasi penggolongan  umur yang sesuai dengan perkembangan kemampuan jasmani serta perkembangan kemampuan rohari peserta didik. Tentu saja untuk tersusunnya penggolongan umur yang baru ini, diperlukan  masukan dari  para pakar. Tujuan yang ingin dicapai dari perubahan golongan umur atas dasar kajian yang mendalam ini, adalah untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan kepramukaan. Materi dan metoda pendidikan kepramukaan yang diterapkan akan sesuai dengan usia, kemampuan jasmani dan kemampuan rohani pesefrta didik. Dampaknya akan terlihat pada kegiatan kepramukaan yang diselenggarakan, akan lebih memantang sehingga dapat menarik minat kaum muda. Perubahan penggolongan umur atas dasar kajian yang mendalam ini  bersifat substansial, dan karenanya dinilai  strategis

 

3.    Tidak mengubah penggolongan umur  dan/atau pengelompokan umur menurut strata pendidkan, melainkan tetap mempertahankan sebagaimana yang berlaku saat ini.  Sedangkan untuk tidak menyulitkan  peserta didik berperanserta dalam kegiatan internasional, yang dilakukan cukup dengan merekrutmen calon peserta kegiatan  internasional, bukan atas dasar strata pendidikan, melainkan atas dasar kesesuaian dengan golongan umur yang dipersyaratkan. Jika penyelesaian ini yang dipilih, jelas hanya bersifat teknis semata.

 

 

Penutup

Pendidikan kepramukaan karena terkait dengan pembentukan nilai dan keterampilan sangat ditentukan oleh penggolongan usia peserta didik serta perkembangan kemampuan jasmani dan rohani. Pada saat ini, karena pengaruh pelbagai faktor, perkembangan golongan usia  peserta didik dinilai telah tidak sejalan dengan perkembangan kemampuan jasmani dan rohani.

Ketidak kesesuaian ini menimbulkan tiga masalah yakni menyulitkan penyelenggaraan, menyulitkan pencapaian tujuan pendidikan serta menyulitkan kesertaan dalam kegiatan internasional. Untuk mengatasinya diperlukan peninjauan kembali penggolongan usia peserta didik dengan berpedoman pada dua hal. Pertama, membantu kemudahan penyelenggaraan. Kedua, lebih menjamin tercapainya tujuan pendidikan. Ketiga, memudahkan keikutsertaan dalam kegiatan internasional

 

Daftar bacaan

1.    Powell, Robert Baden: Scouting for Boys, Oxford University Perss, New York 2004

 

 

 

 

 

 

          

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar